Penulis: C. Guillot
Penerbit: Matabangsa
Bahasa Indonesia, Segel, Original
Tebal 490 halaman
Softcover
Rp. 150.000 -
Review:
Meskipun bergelar kiai, Sadrach merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam misi menyebarkan ajaran Kristen alias penginjil di tanah Jawa.
Sadrach menag bukan penganut Nasrani sejak lahir. Ia dilahirkan dari keluarga petani sederhana di Jepara dengan nama Radin pada 1835. Sejak kecil, Radin sudah berkelana, mencari pengalaman hidup, sekaligus mengurangi beban keluarganya yang miskin.
Dari hasil penelitian Silas Sariman bertajuk, "Strategi Misi Sadrach: Suatu Kajian yang Bersifat Sosio Historis" yang terhipun dalam dalam Jurnal Abdie (Vol. 3, No. 1 April 2019) terungkap bahwa Radin kemudian diadopsi oleh keluarga Islam-Jawa yang cukup berada. Radin disekolahkan ke sebuah lembaga pendidikan umum yang juga mengajarkan pendalaman agama Islam. Selain itu, tulisan Sariman dalam risetnya, Radin juga sempat mempelajari ilmu kebudayaan Jawa kepada Sis Kanoman atau Pak Kurmen di Semarang.
Saat berusia 17 tahun, Radin belajar di salah satu pondok pesantren di Jombang-Jawa Timur. Ia semakin memperdalam ajaran agama Islam dan mendapat tambahan nama menjadi Radin Abas. Tak hanya di Jombang, Radin juga memperdalam ilmu dan ajaran Islam di beberapa pondok pesantren lainnya di Jawa Timur, termasuk di Ponorogo.
Fragmen perjalanan hidup Ngabdullah alias Kiai Ibrahim Tunggul Wulung ini dikisahkan kembali oleh C. Guillot dalam hasil penelitiannya yang sudah dibukukan dengan judul Kiai Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa (1835).